Kegiatan channeling khususnya akses KUR di Kota Bekasi, bagai tumbuhnya jamur di musim hujan. BKM bersemangat untuk menjalin kerjasama dengan perbankan. Tentu saja semangat ini tidak timbul dengan sendirinya.
Bagi BKM, kegiatan channeling merupakan solusi untuk KSM ekonomi bergulir yang ingin meminjam lebih dari Rp2 juta dan melayani KSM ekonomi bergulir yang belum terfasilitasi serta memberikan akses tambahan modal kepada masyarakat "non bankable". Channeling juga menjadi satu terobosan, bagi UPK BKM yang sudah tidak melaksanakan perguliran alias macet total.
Diawali pada April 2009 ketika Kota Bekasi menjadi Pilot Project kegiatan channeling dengan lembaga keuangan mikro. Dengan iniasi Bank Dunia, BKM diajak untuk bermitra dengan KSP Swamitra binaan Bank Bukopin. Memorandum of Understanding (MOU) atau nota kesepahaman terjalin antara BKM Kelurahan Jatiwaringin dan BKM Kelurahan Pekayon Jaya.
Pose bersama selepas penandatanganan MOU, pada 17 Maret 2011
Perjalanan channeling ini tidak mulus,sempat pasif beberapa bulan karena pihak BKM dan swamitra masih berbeda pandangan tentang kriteria dan syarat-syarat pemberian pinjaman. Pendekatan terus dilakukan agar kegiatan channeling dapat terealisasi. Hingga masa berlaku MOU habis,channeling tersebut hanya mampu memfasilitasi enam orang anggota KSM dengan total pinjaman Rp48 juta.
Tidak berkembangnya channeling dengan KSP Swamitra tidak lantas upaya dalam melakukan channeling terhenti. Pembelajaran ber-channelingbersama perbankan lantas ditempuh dengan melaksanakan sosialisasi kredit mikro di tingkat kelurahan.
Sosialisasi dilaksanakan di empat kelurahan, yaitu Jatiwaringin (pada 9 April 2010), Pekayonjaya (pada 20 Mei 2010), Durenjaya (pada 30 Juni 2010) dan Kayuringin Jaya (pada 8 Maret 2011).
Sosialisasi dilakukan dengan mengundang beberapa perbankan dan lembaga keuangan mikro, yaitu KSP Swamitra, BRI, BNI, BSM dan Bank Jabar Banten. Kegiatan sosialisasi tidak hanya berkaitan dengan program KUR, tapi berkembang pada produk lainnya (kredit komersial, deposito, dan lain-lain) dan adanya testimoni dari nasabah yang telah berhasil.
Hikmah dari kegiatan ini adalah masyarakat miskin mendapat informasi secara langsung dari perbankan dan lembaga keuangan. Mereka dapat secara cerdas membandingkan serta memilih perbankan atau lembaga keuangan mana yang paling memberikan kemudahan (syarat), keringanan (bunga, biaya administrasi – provisi), dan besaran pagu pinjaman yang akan diajukan.
Akses KUR oleh BKM, terutama di BRI, mengalami peningkatan yang cukup pesat pasca penandatanganan MOU antara BRI Cabang Kota Bekasi dengan FBKM Kota pada 17 Maret 2011. Sebelumnya, akses KUR dilakukan oleh 5 kelurahan. Saat ini , akses KUR telah dilakukan oleh 14 kelurahan. Nasabah yang telah terfasilitasi berjumlah 207 orang, terdiri dari 108 laki-laki dan 99 perempuan, total pinjaman sejumlah Rp1.266.000.000.
Di balik keberhasilan yang telah dicapai BKM dalam fasilitasi warganya untuk melakukan akses KUR, masih terdapat beberapa kendala dan atau permasalahan.
Beberapa kendala dimaksud, antara lain: BKM semata sebagai perlintasan, hanya pemberi rekomendasi. Setelah nasabah terfasilitasi, inventarisasi data dari perbankan tidak berjalan lancar, komunikasi dan koordinasi pun masih lemah, selain itu, sama sekali tidak ada imbal jasa pada BKM. BOP BKM malah tergerus untuk kegiatan survai, penagihan dan pengurusan hal lainnya.
Kendala lain, dalam bank yang sama, terjadi penerapan kebijakan yang berbeda dalam penerapan jaminan. Sementara satu bank tetap bertahan dengan pagu pinjaman minimal Rp50 juta, jumlah pinjaman yang dapat diakses oleh masyarakat apabila usahanya telah bernilai 10 kali lipat.
Memang berliku upaya yang harus ditempuh oleh BKM dan masyarakat untuk melakukan akses KUR. Apalagi jika pinjaman yang diajukan jumlahnya kecil (kelas retail), rumah masih sewa/kontrak, tanah belum bersertifikat atau masih AJB dan persoalan lainnya. Namun, semoga tetap ada jalan. Insya Allah. (OC 4 Jabar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar