Sudah beragam usaha dijalani mulai dari berdagang sayur keliling, jasa jual tanah, gorengan maupun kelontong, namun kehidupan berjalan penuh dengan kecemasan ketika menyadari di jam dan waktu tertentu sudah harus menyiapkan setoran untuk memenuhi tagihan para rentenir yang saat itu berjumlah 3-4 orang. Satu tagihan berkisar antara Rp 20.000 s.d Rp 30.000, berarti total setoran yang harus disiapkan untuk per harinya maksimal Rp 110.000 s.d Rp 130.000.
Apabila usaha cukup ramai semua tagihan itu bisa terpenuhi, namun seringkali harus memutar otak dan mencari tambahan usaha lain ketika usaha rutin yang sudah dijalani sepi dan tidak dapat mencapai target. Upaya yang bisa dilakukan adalah mengambil setoran dari modal usaha yang dimiliki, maka sudah pasti modal yang terpakai sangat lambat untuk kembali dan yang seringkali terjadi modal habis dan usaha terhenti. Selalu begitu setiap hari dan yang terasa hanya lelah dan kemuraman ketika malam semakin larut. Kerja keras dilakukan, doa pun tak pernah terhenti diucapkan hanya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik namun semua hanya terasa seperti mimpi.
Salah seorang tetangga dekat bapak Pinah adalah Ibu Indrawati atau dikenal dengan nama Ibu Tulus, Koordinator BKM Rasa Asih periode 2008-2011, yang merasakan betul kesulitan Bapak 2 anak ini. Dibantu 2 orang relawan di RW 04, beliau berinisiatif mengajukan pinjaman KUR ke BRI setelah mendapatkan sosialisasi dari Forum BKM Kota bahwa BKM/LKM bisa langsung mengajukan pinjaman dalam bentuk perorangan atau kelompok ke BRI untuk mendapatkan dana KUR. Beruntung upaya ini disambut baik bahkan segera direalisasikan oleh BRI Unit Jatikramat pada tanggal 12 April 2011. Bapak Pinah berhak mendapatkan dana KUR BRI sebesar Rp 5.000.000 dan tanpa jaminan. Pinjaman KUR diberikan secara seremonial di Aula Kelurahan Jatirasa. Acara dihadiri Lurah Jatirasa, H. Sujito dan beberapa orang pimpinan kolektif BKM Rasa Asih serta para relawan.
Saat ini usaha yang sedang dijalani adalah berjualan nasi uduk dengan dibantu Istri dan satu keponakannya. Pinjaman sebesar Rp 5.000.000, dialokasikan untuk menutup semua sangkutan ke rentenir sebesar Rp 3.500.000, untuk tambahan modal usaha sebesar Rp 1.000.000, asuransi Rp 94.000 dan untuk kas UPK sebesar Rp 100.000 (sebagai modal yang akan digulirkan untuk para peminjam usaha kecil). Sisa sebesar sebesar Rp 306.000 disimpan sabagai cadangan resiko. Pendapatan bersih Rp 150.000 bisa didapatkan sehari dalam kondisi penjualan normal. Apabila ramai bisa lebih. Tentu Pak Pinah harus pandai-pandai menyisihkannya untuk memenuhi kewajiban cicilan ke BRI sebesar Rp 467.230 per bulan selama jangka waktu pinjaman 12 bulan. Terhitung bunga 1,025%.
Kini, kehidupan berjalan normal kembali, setidaknya Pak Pinah bisa beristirahat dan berfikir tenang setelah sehari penuh bekerja keras. Beruntung pula anaknya yang sulung sudah bekerja, Pak Pinah beserta istri dan si bungsu dapat menikmati hasil kerja kerasnya selama ini. Tekadnya bulat untuk tidak berurusan dengan rentenir lagi. Baginya itu bagian dari masa lalu. Saat ini Pak Pinah hanya ingin menyongsong masa depan menjadi lebih baik sambil membesarkan si bungsu hingga berhasil mencapai cita-cita yang tak pernah Pak Pinah raih. Bagian yang terpenting dalam hidupnya bahwa kehidupan anak-anaknya harus lebih baik daripada dirinya. Harapnya semoga selalu diberikan kesehatan, agar Pak Pinah bisa bekerja dengan semangat dan tenang.
Tentu di luar sana masih banyak Pak Pinah-Pak Pinah lainnya dengan hidupnya yang mungkin lebih sulit dari Pak Pinah tersebut di atas. Semua berharap bisa terbebas dari jerat para rentenir.
Oleh : Yuliani Purnamasari (SF Tim 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar