Oleh : Ena Rodiah
Sebut saja namanya Mak Anah. Perempuan setengah baya ini tinggal di daerah padat, di sebuah gang kecil RT 03/RW 12, Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Usianya memang sudah banyak, tapi ia masih punya semangat juang tinggi untuk menghidupi keluarganya berbekal keahliannya membuat makanan dan jajanan pasar. Dimotivasi keharusan demi memenuhi kebutuhan hidup, karena suaminya sudah tidak lagi bekerja, Mak Anah berkeliling menjajakan jualannya, berupa kue cucur, leupeut, kue unti, gemblong dan kue pisang.
Sebut saja namanya Mak Anah. Perempuan setengah baya ini tinggal di daerah padat, di sebuah gang kecil RT 03/RW 12, Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Usianya memang sudah banyak, tapi ia masih punya semangat juang tinggi untuk menghidupi keluarganya berbekal keahliannya membuat makanan dan jajanan pasar. Dimotivasi keharusan demi memenuhi kebutuhan hidup, karena suaminya sudah tidak lagi bekerja, Mak Anah berkeliling menjajakan jualannya, berupa kue cucur, leupeut, kue unti, gemblong dan kue pisang.
Hasratnya
berjualan ternyata didukung Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) setempat, yaitu
BKM Amanah Kayuringin Jaya, dengan memberikan pinjaman ekonomi bergulir sejak
Desember 2009. Bersama empat pedagang kecil lainnya, Mak Anah tergabung
dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Cucur. Para anggota KSM Cucur
mendapatkan pinjaman, masing-masing sebesar Rp500.000, yang dicicil selama 6
bulan.
Lancarnya
cicilan yang dibayarkan kelima anggota KSM Cucur mendorong BKM Amanah
memberikan pinjaman kedua. Pada Juli 2010, Mak Anah kembali mendapatkan
pinjaman, tapi besarannya meningkat, yakni Rp1 juta. Pengembalian lancar, KSM
mendapat pinjaman lagi—ketiga kalinya—pada April 2011 sebesar Rp1 juta.
Ketekunan
dan semangat juang Mak Anah berbuah baik. Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI
yang diakses BKM Amanah pada Desember 2011 merekomendasi Mak Anah untuk
menjadi nasabahnya, dengan pinjaman Rp2 juta dengan tenor 12 bulan. Mulanya,
setiap mendengar kata “Bank”, Mak Anah membayangkan, bank adalah sebuah
tempat yang hanya didatangi oleh orang-orang mampu, dengan simpanan uang
banyak.
Namun,
pikiran tersebut tidak terbersit lagi. Dengan gincu merah, tipis, dan rasa
percaya diri tinggi, sambil memegang Al Quran kecil—karena di dalamnya
diselipkan uang setoran—Mak Anah datang ke BRI unit Kayuringin dan
menyetorkan cicilan KUR. Berkunjung ke bank, akhirnya menjadi kegiatan rutin Mak
Anah selain kegiatan kesehariannya: belanja bahan kue ke pasar dan keliling
kampung.
Kini,
pinjaman Mak Anah di BRI sudah lunas. Usahanya terus berkembang sejalan
semangatnya yang tak pernah padam. Semoga semakin banyak Mak Anah
lainnya bisa berkunjung ke bank guna bertransaksi dan memanfaatkan peluang yang
ada di bank.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar